mirandapos.com, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal jakarta yang konsen dibidang advokasi kebijakan publik menyikapi dalam pandangan hukum publik, kejahatan mafia tanah adalah tindak pidana terorganisir yang merugikan masyarakat dengan cara-cara ilegal seperti pemalsuan dokumen, manipulasi data, penyuapan, dan penggunaan celah hukum untuk mengambil alih tanah milik sah.
Tindakan ini melanggar prinsip kepastian hukum dan keadilan, serta merusak tatanan ekonomi dan sosial.
Pelaku mafia tanah diancam pidana dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi hukuman penjara dan/atau perampasan aset untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat.
Definisi Kejahatan Mafia Tanah
Tindakan Ilegal :
* Individu atau kelompok yang secara sadar dan terorganisir melakukan tindakan melawan hukum untuk menguasai atau mengambil alih tanah milik orang lain.
Jaringan Terstruktur :
* Beroperasi secara sistematis dan terstruktur, mirip dengan “mafia” pada umumnya, untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Modus Operandi Umum
Pemalsuan Dokumen :
* Membuat atau menggunakan dokumen tanah yang palsu untuk mengklaim kepemilikan.
Manipulasi Data :
* Memanipulasi data kepemilikan tanah untuk mengaburkan status kepemilikan yang sebenarnya.
Suap dan Oknum Pejabat :
* Menyuap oknum pejabat atau memanfaatkan celah dalam administrasi dan peradilan pertanahan untuk memuluskan aksi.
Gugatan Fiktif :
* Menggunakan pengadilan untuk mendapatkan legalitas dengan cara membuat gugatan perdata fiktif antara kelompok mafia sendiri untuk kemudian mengeksekusi putusan tersebut.
Dampak dan Kerugian
Kerugian Finansial :
* Pemilik tanah yang sah mengalami kerugian finansial yang besar akibat hilangnya aset mereka.
Gangguan Stabilitas :
* Merusak stabilitas ekonomi dan sosial, serta menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
Ancaman terhadap Kepemilikan:
* Mengancam kepemilikan tanah yang sah dan menimbulkan kesulitan bagi pemilik untuk mendapatkan kembali haknya.
Penegakan Hukum dan Sanksi
Kerja Sama Lembaga :
* Penanganan kasus mafia tanah melibatkan kerja sama antara Kementerian ATR/BPN, Kepolisian (Polri), Kejaksaan, dan lembaga peradilan lainnya.
Hukuman Pidana:
* Pelaku diancam hukuman pidana, yang harus tegas dan maksimal agar menimbulkan efek jera.
Perlindungan Hukum :
* Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memberikan perlindungan hukum kepada korban dan meningkatkan kesadaran publik mengenai modus operandi mafia tanah.
Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Upaya Memberantas Praktik Mafia Tanah di Indonesia.
Fenomena mafia tanah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari minimnya pengawasan publik, serta lemahnya penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan.
Faktor ini semakin diperparah oleh motivasi ekonomi, di mana tanah kini tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai komoditas investasi bernilai tinggi.
1. Tanah menjadi aset strategis yang dapat menghasilkan keuntungan besar, terutama ketika berada di kawasan yang memiliki potensi pembangunan atau pengembangan bisnis.
2. Kondisi tersebut membuka peluang bagi oknum-oknum tertentu, termasuk pejabat publik, untuk melakukan praktik-praktik penyalahgunaan wewenang. salah satunya dengan mengajukan permohonan sertifikat atas tanah milik orang lain tanpa izin atau sepengetahuan pemilik sahnya.
3. Praktik seperti ini sering dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan dalam sistem administrasi pertanahan, serta kurangnya validasi dan verifikasi data yuridis dan fisik atas tanah.
4. Akibatnya, terjadilah tumpang tindih sertifikat yang menimbulkan konflik agraria berkepanjangan dan sulit diselesaikan.
5. Lebih jauh lagi, terdapat indikasi keterlibatan kelompok besar atau kartel pertanahan, khususnya dari kalangan pengusaha besar dan pemodal kuatyang memiliki kepentingan ekspansi bisnis.
6. Kelompok ini sering bersekongkol dengan aparatur negara dan oknum di lembaga perizinan untuk melakukan perubahan tata ruang secara ilegal,misalnya dengan mengubah status lahan hijau atau lahan konservasi menjadi kawasan komersialatau perumahan.
7. Perubahan tersebut tidak jarang dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai dan tidak melalui prosedur yang benar, melainkan didorong oleh kepentingan kapitalisasi lahan.
8. Dalam konteks ini, mafia tanah tidak hanya melibatkan individu atau kelompok kecil, tetapi sudah membentuk jaringan terorganisir lintas sektor, melibatkan pemerintah, pengusaha, birokrasi, serta aparat penegak hukum, yang secara bersama-sama mengatur, memanipulasi, dan mengeksploitasi sistem pertanahan nasional untuk tujuan pribadi atau kelompok.
Selain faktor lemahnya penegakan hukum, keberadaan mafia tanah di Indonesia juga dipicu oleh persoalan-persoalan yang bersifat struktural, salah satunya adalah buruknya sistem birokrasi yang koruptif dan tidak akuntabel.
Meskipun mafia tanah sering dipandang sebagai persoalan yuridis murni, pada kenyataannya praktik ini telah berkembang menjadi bagian dari ekosistem yang terorganisir, melibatkan berbagai elemen kekuasaan dalam jangka waktu yang panjang.
1. Politik hukum agraria di Indonesia cenderung diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis investasi skala besar. Dalam praktiknya, kebijakan tersebut justru membuka ruang bagi akumulasi dan eksploitasi tanah oleh para pemodal besar. Dalam kerangka kapitalisme global, tanah tidak lagi dilihat sebagai sumber kehidupan rakyat, melainkan telah menjadi komoditas ekonomi yang dapat diperjualbelikan dan dieksploitasi demi keuntungan maksimal. Hal ini berdampak langsung pada terpinggirkannya masyarakat lokal, di mana tanah milik warga yang seharusnya dilindungi justru beralih kepemilikan kepada kalangan pengusaha kaya atau korporasi besar, melalui berbagai celah hukum dan rekayasa administratif.
2. Faktor struktural lainnya yang berkontribusi terhadap maraknya praktik mafia tanah adalah tumpang tindih regulasi, lemahnya koordinasi antar lembaga pertanahan, dan rendahnya transparansi dalam sistem administrasi tanah. Kondisi ini membuka peluang bagi oknum pejabat atau aparat hukum untuk melakukan manipulasi data, pemalsuan dokumen, atau penerbitan sertifikat ganda. Bahkan dalam beberapa kasus, oknum tersebut justru menjadi bagian dari jaringan mafia tanah itu sendiri.
3. Minimnya akses informasi publik dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan juga menjadi faktor yang memperkuat keberadaan mafia tanah. Tanpa sistem kontrol yang efektif dari masyarakat sipil, praktik penyalahgunaan wewenang dalam sektor pertanahan akan terus berlangsung tanpa hambatan. Dengan kata lain, mafia tanah tidak muncul dalam ruang hampa, melainkan merupakan hasil dari keterhubungan antara sistem ekonomi yang eksploitatif, birokrasi yang tidak transparan, serta penegakan hukum yang lemah dan diskriminatif. Oleh sebab itu, upaya pemberantasan mafia tanah tidak cukup dilakukan secara sektoral atau represif, tetapi harus menyentuh reformasi struktural di bidang agraria, birokrasi, dan sistem hukum secara menyeluruh.
Mafia tanah muncul karena tidak adanya transparansi yang jelas mengenai informasi pertanahan, yang digunakan oleh para mafia tanah untuk mempermudah segalanya dan kerap membentengi diri dengan alasan soal privasi atau juga data resmi dan tidak resmi.
Dapat dikatakan bahwa UUPA digunakan untuk memberantas mafia tanah belum sepenuhnya digunakan, oleh karena itu aparat kepolisian sering kali kesulitan dalam mendeteksi permasalahan terkait mafia tanah dengan menyelesaikan konflik yang ada, bukan sekadar mengidentifikasi permasalahan mafia, namun serta pelaporan permasalahan terkait verifikasi dokumen kepemilikan tanah.
Kondisi ini kemudian diperburuk dengan rendahnya pengawasan publik dan tumpulnya penegakan hukum.
Dalam upaya memberantas praktik mafia tanah di Indonesia dapat dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat untuk bersama-sama membantu mencegah dan memberantasnya, dengan,-
cara :
a. Pemerintah membuat pedoman teknis yang tertuang dalam kutipan Nomor.1/JUKNIS/D.VII/2018, yang meliputi pencegahan dan pemberantasan mafia tanah.
b. Masyarakat sebagai pemilik sah atas tanah dapat melakukan upaya preventif, antara lain pada saat memberikan surat kuasa, diharapkan dapat mengenal tugas-tugas penerima kuasa, serta alat bukti, surat-surat, surat-surat penting, yang terutama berkaitan dengan kepemilikan tanah, tidak mudah dialihkan kepada orang/pihak lain.
Dasar hukum pengaturan tindak pidana pertanahan sebagaiamana yang akan disebutkan yaitu:
1. Kejahatan mengenai penyerobotan tanah diatur pada Pasal 167 KUHP.
2. Kejahatan terhadap pemberian sumpah palsu dan keterangan palsu diatur pada Pasal 242 KUHP.
3. Kejahatan terhadap pemalsuan surat/dokumen diatur dalam Pasal 263, 264, 266, serta 274 KUHP.
4. Kejahatan yang berkaitan dengan perampasan hak yang berkaitan dengan harta tak bergerak (tanah dan rumah).
Kejahatan ini bisa disebut stellionat berdasarkan Pasal 385 KUHP ( Badan Pertanahan merupakan lembaga yang mempunyai kompetensi menyelesaikan sengketa atau konflik pertanahan di bidang pertanahan).
* Kewenangan Badan Pertanahan diatur dalam Pasal 7 Surat Keputusan Direktur Badan Pertanahan (BPN) Nomor 11 Tahun 2016 Nomor 24 yang menyatakan bahwa “Pada suatu bidang tanah terdapat rangkap sertifikat hak milik atas tanah, sehingga Menteri atau Menteri kepala kantor wilayah BPN dapat mengambil keputusan untuk membatalkan sertifikat karena hanya ada satu hak milik yang sah atas bidang yang bersangkutan.
* Kewenangan yang diberikan BPN untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik merupakan sebuah keberhasilan baru bagi pemerintah.
* Selain itu juga,dibentuklah Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Nomor: B/01/V/2018/Bareskrim dan Nomor 34/SKB-800/V/2018 tanggal 8 Mei 2018.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah berupa digitalisasi dan integrasi pelayanan pertanahan serta pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum.
Berikut digitalisasi dan integrasi pelayanan pertanahan:
1. Digitalisasi dokumen pertanahan dan integrasi lintas lembaga bisnis akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan pertanahan; dan
2. Menggunakan teknologi blockchain yang memiliki tipe sistem manajemen basis data khusus dan lebih banyak fitur dibandingkan basis data biasa, dengan memperhatikan tingkat efisiensi layanan, transparansi, akuntabilitas, dan aksesibilitas data serta mendukung pelayanan pertanahan yang baik dan benar.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa mafia tanah dilatarbelakangi oleh tanah yang memiliki nilai jual tinggi serta selalu berkaitan dengan peralihan dan pendaftaran tanah.
1. Adapun pelaku dari mafia tanah kebanyakan merupakan oknum/pegawai yang memiliki peran dalam pelayanan publik itu sendiri.
2. Dengan demikian, masyarakat dan pemerintah memiliki peran penting dalam upaya memberantas praktik mafia tanah di Indonesia.
3. Dengan segala upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, diharapkan mampu mencegah terjadinya mafia tanah yang sampai sekarang terus terjadi.
Kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal kepemilikan tanah, dengan selalu mendaftarkan hak atas kepemilikannya dengan jelas, merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kepemilikan.
Peran yang paling besar dalam memberantas mafia tanah di Indonesia dipegang oleh masyarakat serta pemerintah.
Keduanya memiliki peran penting dalam upaya memberantas praktik mafia tanah yang terjadi, dengan adanya kesadaran bagi setiap aparat pemerintahan untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai porsi yang telah ditetapkan guna menghindari penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan.
Dengan adanya kerja sama antara keduanya, maka kemungkinan untuk memberantas mafia tanah di Indonesia akan semakin besar. Oleh karena itu, penting adanya suatu terobosan yang telah diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka menangani segala permasalahan yang terjadi terkait mafia tanah, seperti reforma agraria. (Arthur Noija SH)

